Selasa, 18 Agustus 2009

DUNIA PENDIDIKAN

DUNIA PENDIDIKAN


Para siswa SD hingga SMA sederajat sudah kecanduan permainan di internet (game online) sehingga cenderung malas belajar."

"Redi (11), pelajar di salah satu SD negeri , mengaku sengaja menyisihkan uang jajannya sebesar Rp 3.000 per hari untuk bermain game online di warnet selama satu jam penuh karena sehari saja tidak ke warnet ia mengaku pusing."

"Di sejumlah warung internet diketahui, puluhan kelompok pelajar hampir setiap hari memenuhi warnet untuk bermain game online, bahkan ada siswa yang membolos sekolah demi menyalurkan hobi di dunia maya tersebut."

"Sejak empat bulan terakhir saya tidak pernah lagi jajan di sekolah karena uang yang diberikan orangtua disimpan untuk membayar sewa warnet selama satu jam supaya bisa main game online, kata Redi."

"Firman (42), salah seorang pemilik warnet, membenarkan perihal banyaknya pelajar di daerah itu yang saat ini sedang kecanduan game online, Facebook, dan Friendster di dunia maya."
"Facebook Sebabkan Mahasiswa Malas dan Bodoh"
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengguna Facebook yang masih sekolah berhati-hatilah! Menurut studi yang dilakukan oleh Ohio State University, semakin sering Anda menggunakan Facebook, semakin sedikit waktu Anda belajar dan semakin buruklah nilai-nilai mata pelajaran Anda.
"Hati-hati, 600 Juta Situs Seks Intai Pelajar!"
SURABAYA, KOMPAS.com — Sedikitnya 600 juta situs seks dan pornografi saat ini mengintai pelajar pengguna internet. Karena itu, harus ada kontrol penggunaan internet.
"Konsumsi Anak terhadap Siaran Televisi, Internet, dan Telepon Seluler harus dikurangi"
"Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi minta para orang tua untuk mengurangi kebiasaan anak menonton televisi, mengakses internet dan menggunakan telepon seluler." (Saturday, February 21, 2009)
Teknologi Sekarang Membuat Beberapa Ancaman Baru Terhadap "Anak-Anak Bangsa Yang Cerdas".
• Banyak sekali siswa-siswi sudah biasa membuang terlalu banyak waktu main games, misalnya Play Station dan Games Online. Waktu ini sebaiknya digunakan untuk menambah kemampuan mengulang pelajaran dari sekolah. Sebagai siswa-siswi atau orang tua yang bertanggungjawab kita perlu sangat membatasi atau memonitor waktu anak-anak kita main games atau akses Internet.

Ingat bahwa main games hanya dapat menyiapkan anak-anak kita untuk jurusan pengangguran!
• Terlalu banyak siswa-siswi juga sudah mulai menghabiskan banyak waktu di Internet di situs-situs hiburan (atau cari jodoh) seperti Facebook, Yahoo Messenger dan Friendster di mana mereka hanya menghabiskan waktu, yang sangat tidak produktif, dan perlu dibatasi. Kalau kita rajin keliling warnet setelah jam sekolah kita dapat melihat bahwa kebanyakan siswa-siswi sedang sibuk dengan chatting dan e-mail (pergaulan).

Ini juga baik untuk mereka yang hanya berharap ikut pengangguran!
• Lebih dari 90% bahan dan informasi yang bermutu, yang dapat meluaskan dan membuka pikiran dan kreativitas anak kita di Internet dalam bahasa Inggris (the international language). Internet sebagai sumber informasi saja sangat terbatas untuk anak-anak kita karena bahan dan informasi bermutu dalam bahasa Indonesia adalah sangat sedikit. Sebetulnya ada banyak isu yang jauh lebih penting. Misalnya!

Lebih baik mereka menggunakan waktunya untuk belajar bahasa Inggris supaya mereka dapat berpartisipasi di dunia global, kan? Maupun membuka pintu kerja di seluruh dunia.
Informasi dan bahan pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi mereka akan menerima di sekolah oleh guru. Kadang-kadang gurunya akan menambah kegiatan seperti penelitian di mana siswa-siswi diberi tugas mencari informasi dari Internet. Ini kegiatan yang baik dan adalah fokus. Kegiatan begini sebaiknya dilaksanakan di luar jam sekolah supaya tidak makan waktu di sekolah yang masih sangat kurang.
Do we need education technology to achieve quality teaching/learning?
Teknologi pendidikan yang sampai sekarang ini masih sangat dapat membantu guru dan siswa-siswi di lapangan adalah apa?
• Biasanya teknologi yang paling efektif adalah yang paling sederhana, yang mengajak siswa-siswi aktif dalam proses pembelajaran. Misalnya
• Semua siswa-siswi perlu belajar keterampilan komputer dan TIK karena keterampilan komputer dan TIK sering sekali adalah kebutuhan utama di lapangan kerja. Tetapi teknologi cangih sebagai media untuk menyampaikan pendidikan kita tidak perlu!
Apakah benar teknologi adalah solusi untuk
pendidikan yang bermutu di Indonesia?
Jangan menunggu sampai kita akan menghadapi Ujian Negara (UN) lagi. Yang paling penting sekarang adalah pembelajaran dari sekolah mereka. Mohon jangan sampai main game komputer, chatting, Friendster, Facebook, dll dapat memakan waktu mereka sampai anak-anak kita dirugikan oleh teknologi!
Ingat Ya!
"Facebook Sebabkan Mahasiswa Malas dan Bodoh"

Tanggung jawab sekolah yang besar dalam memasuki era globalisasi adalah mempersiapkan siswa-siswi untuk menghadapi tantangan-tantangan yang sangat cepat perubahannya. Salah satu dari tantangan yang dihadapi oleh para siswa adalah menjadi pekerja yang bermutu.

Kemampuan berbicara dalam bahasa asing, kemahiran komputer dan Internet, dan kemampuan menggunakan program-program seperti Microsoft merupakan tiga kriteria utama yang pada umumnya diajukan sebagai syarat untuk memasuki lapangan kerja di Indonesia (dan di seluruh dunia).
Mengingat hanya sekitar 30% dari lulusan SMA di seluruh wilayah Nusantara ini yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi formal, dan dengan adanya komputer yang telah merambah di segala bidang kehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu tanggung jawab yang besar terhadap system pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan kemahiran komputer bagi para siswa kita. Pembelajaran teknologi adalah sangat penting dan semua sekolah adalah wajib untuk mengajar Teknologi Informasi Komunikasi (TIK).
Kita perlu mendukung perkembangan teknologi di bidang pendidikan, tetapi kami wajib untuk menjaga supaya teknologi dan aplikasinya adalah sesuai dengan kebutuhan.

Misalnya, Meningkatkan Peran dan Mutu Perpustakaan Sekolah.

Apakah Teknologi Adalah Solusi Perpustakaan?
Kita perlu manajemen di sekolah yang baik supaya kita dapat menggunakan teknologi sebaik mungkin, misalnya laptop di sekolah.

Teknologi dapat digunakan, tetapi hanya akan betul bermanfaat setelah hal-hal (misalnya manajemen) sudah diatasi.

Implementasi teknologi di bidang pendidikan perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan (master plan) terhadap semua aspek pengembangan pendidikan secara seimbang (bukan secara proyek). Sering pengumuman yang muncul di media mengenai teknologi di arena pendidikan kelihatannya kurang menilaikan penelitian dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus-kasus teknologi dan pendidikan tertentu kelihatannya juga diangkat sebagai solusi umum.

Padahal ada isu-isu yang penting dan perlu dihadapi duluan misalnya: "Sekolah tak Bisa Tangkal Situs Porno" yang akan perlu SDM di tingkat sekolah yang sangat bermutu dan rajin.

Memang kita wajib untuk mencari solusi yang kreatif, tetapi kita juga wajib untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada di dunia supaya kita tidak hanya mengulangkan kegagalan negara lain.
Kita Sangat Perlu Penelitian

Apakah, karena makin banyak siswa-siswi sekarang main Internet di warnet daripada menggunakan waktunya di rumah untuk mengulang pelajaran dari sekolah dan mengerjakan PRnya ini sebagai salah satu sebabnya hasil dari Ujian Nasional (UN) kelihatannya menjadi lebih buruk?
Kita perlu tahu!


Teknologi pendidikan, misalnya; Whiteboard-Elektronik, OHP, Video, Televisi, e-Learning, Internet, dll, selalu mutu akhirnya 100% tergantung mutu content dan proses pengajaran. Teknologi sendiri hanya sebagai medium. Kalau teknologi berhasil atau gagal tergantung content dan proses pengajaran, bukan teknologinya.

Kelihatannya teknologi seperti laptop murah belum dapat diimpor sesuai dengan harga yang disebutkan, misalnya:

$150 Linux Mini-PC dari Cina
Perusahaan Cina menawarkan komputer mini yang murah dan Berbasis-Linux sebagai cara untuk menutupi "digital divide" (jarak antara yang dapat akses teknologi dan yang belum). YellowSheepRiver membuat $150 "Municator" yang kelihatannya sudah siap dan dapat dipesan sekarang dengan "leadtime" 3 bulan, dan kelihatannya akan sampai di pasar sebelum MIT $100 komputer "One Laptop Per Child" (OLPC)". Info lebih lengkap



E-Pendidikan Mendukung Program "One Laptop Per Child"


"Laptop ini dirancang untuk dipakai di negara berkembang (dengan harga $100 sekarang masih $188) . Bulan Januari, Michalis Bletsas, pejabat tinggi proyek ini mengatakan kepada BBC bahwa OLPC berharap menjual laptop ini untuk umum tahun depan. Pemerintah dapat membeli laptop berwarna hijau dan putih ini sampai 250.000 buah.

Satu Anak Satu Laptop : "To provide children around the world with new opportunities to explore, experiment and express themselves." Informasi lanjut.

Jadi tujuan kami di Pendidikan Network adalah mencari laptop dan teknologi lain dengan harga semurah mungkin untuk bidang pendidikan.

Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM memang adalah solusi utama untuk menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan.

Bagaimana kita (masyarakat dan industri) dapat bekerjasama untuk meningkatkan fasilitas teknologi untuk anak-anak sekolah? Bagaimana mencapaikan "Satu Anak Satu Laptop?"

Ayo Pak MenDikNas, Mari kita berjuang bersama untuk meningkatkan semua aspek pendidikan supaya menjaminkan pendidikan yang bermutu untuk semua...

Anggaran Pendidikan 20% - Bersih Tanpa Korupsi dan MarkUp ... Mohon perhatian isu-isu di lapangan!
"Bambang Sudibyo menambahkan, adanya fasilitas ICT akan mampu memperbaiki akses pendidikan yang bermutu, yang selama ini sulit diakses oleh mereka yang bermukim di kawasan terpencil." (ANTARA News).




Salam Pendidikan!

DUNIA PENDIDIKAN SEKARANG INI

Menurut kamus yang saya baca, kata trend berarti: 1. Kecenderungan 2. Jurusan, arah gejala, jalan. Jadi kalau kata trend di-gandengkan dengan kata pendidikan modern, saya mengartikannya sebagai kecenderungan yang terjadi dalam dunia pendidikan modern dan hal itu menentukan arah laju dinamika dalam dunia pendidikan modern tersebut. Saya katakan modern karena bagi saya kita sebenarnya juga punya pola-pola pendidikan tradisional yang sangat beragam. Pendidikan yang dilakukan orang tua di Papua akan sangat berbeda dengan orang tua di Jawa, dan kita memiliki suku yang sangat beragam, bukankah hal ini menunjukkan betapa beranekanya pendidikan yang dilakukan oleh orang tua di Indonesia?
Lalu dinamika seperti apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita secara luas? Kejadian apa saja yang sedang terjadi di sana? Pertanyaan yang sukar dijawab karena musti melibatkan pengamatan yang cermat dan mustinya juga penelitian yang cermat. Oleh karena itu dalam tulisan ini saya hanya berusaha memaparkan apa yang dinamakan trend tersebut berdasarkan pengetahuan yang saya peroleh dari endapan sejarah, bacaaan, dan pengalaman yang saya peroleh di lapangan. Mungkin tulisan ini bisa dikategorikan sebagai sebuah permenungan yang bisa menjadi persiapan untuk suatu pemikiran atau tulisan yang bersifat akademik nantinya.
Biacara kecenderungan maka di otak saya segera saja terbayang perubahan besar-besaran yang sedang terjadi di dunia yang kita diami ini. Kata globalisasi mewakili dunia yang sedang berubah ini. Orang-orang melihat berbagai kemungkinan baru, cara hidup baru, pemikiran baru, pasar baru, dan semuanya merubah tatanan yang sudah lama ada. Kita yang sudah terbiasa dengan keluarga Jawa yang mangan ora mangan kumpul, tiba-tiba berhadapan dengan keluarga bahagia dengan dua anak yang ceria yang selalu kita lihat dalam iklan-iklan di televisi. Mau tidak mau tampilan itu merubah kecenderungan yang ada dalam masyarakat kita. Orang tidak lagi berkecenderungan memiliki anak banyak dan berpikir banyak anak banyak rejeki. Tentu saja perubahan ini mengubah nilai-nilai yang selama ini kita anut.
Ekspansi pasar yang melibatkan modal dan juga cara pandang baru terhadap modal merubah cara orang bekerja dan mempertahankan hidup. Dulu orang masih bisa istirahat dan bermalasan setelah menanam padi di sawah, ngopi dulu ke warung, sekarang sikap itu dianggap melalaikan kesempatan dan membuang waktu yang katanya sangat berharga. Pasar tradisional yang biasanya rame pada hari-hari tertentu jadi kuno dan diganti dengan pasar modern yang buka 24 jam. Semua diukur dengan pencapaian dan angka-angka yang konkret. Waktu adalah uang dan segala segi bisa dipasarkan untuk mengeruk modal sebesar-besarnya. Kecenderungan ini merubah cara kerja dan juga skill yang dibutuhkan oleh para tenaga kerjanya.
Perubahan ini mau tidak mau mengubah cara hidup masyarakat dan cara masyarakat mengatur berbagai birokrasi dalam kehidupan ini. Pengelolaan waktu, ruang, gaya, pakaian, cara hidup, pendidikan, pemerintahan, cara mencari uang, semua ikut berubah. Hanya saja sayangnya tidak semua orang menyadari dan menerima hal ini. Maka terjadilah perbenturan budaya karena kebiasaaan lama masih dirindukan dan dihayati tapi keadaan memaksa melaksanakan kebiasaan baru yang ada di depan mata.
Pendidikan sebagai salah satu lembaga—atau apapun namanya—yang ada dalam masyarakat tentu saja merasakan hal tersebut. Perubahan menuntut sistem dan cara yang berlaku dalam dunia pendidikan harus ikut berubah. Apalagi pendidikan dipercaya sebagai lembaga yang menyiapkan individu agar siap menghadapi tatantangan jaman. Dari sini saya teringat sekilas sejarah pendidikan modern kita. Dulu setahu saya Belanda merancang politik balas budi dengan mengupayakan pendidikan modern yang memadai bagi seluruh rakyat Hindia Belanda. Meskipun penuh muatan politis dan pembatasan di sana-sini, pendidikan modern yang digagas nampaknya menghasilkan tokoh-tokoh cerdas yang akhirnya menjadi founding father kita. Dari sanalah juga muncul para tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara yang dengan berbagai idealismenya mendirikan sekolah bagi rakyat kebanyakan.
Pendidikan yang ada pada saat itu penuh dengan idealisme untuk memperbaiki bangsa dan mengajak bangsa ini menyamai peradaban di belahan dunia lain. Maka pendidikan dijalankan dengan semangat idealisme untuk membentuk nilai-nilai kejujuran, kreativitas, kebenaran, dedikasi, intelektualisme, etika, dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan kemakmuran bangsa. Harapannya dengan pendidikan yang baik maka bangsa ini akan lebih beradab dan menjadi bangsa yang makmur. Melalui jalan berliku dan kadang berdarah-darah maka berbagai idealisme tersebut mulai tertanam dalam masyarakat kita. Buktinya jelas, kita bisa bersatu dalam wadah Indonesia ini karena kita terbentuk dalam pola yang diajarkan lewat pendidikan yang dijalankan oleh para pendahulu kita.
Setelah kemerdekaan maka pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintah. Dia masuk ke dalam undang-undang dasar menjadi hak bagi semua masyarakat Indonesia. Maka mulailah pemerintah mengatur bahwa pendidikan diwajibkan dan diharuskan. Tentu saja sistem pendidikan modern yang kemudian diterapkan ke dalam sistem pendidikan di Indonesia ini. Pendidikan yang bersifat lokal sedikit banyak terabaikan dan bahkan mungkin tidak dilirik. Di masa Orde Baru dimana militerisme merupakan kekuatan yang menentukan maka pendidikan yang kita jalankan menjadi lebih seragam dan menghegemoni. Maka jadilah keluarga yang ideal dalam pendidikan kita hanyalah keluarga seperti keluarga si Budi dalam bacaan kita di masa kecil. Nilai keluarga yang baik adalah keluarga dengan anak sedikit. Begitulah pendidikan memiliki kecenderungan menjadikan masyarakat seragam.
Di sisi lain dunia yang mulai berubah juga memaksa berbagai elemen dalam pendidikan berubah. Nilai-nilai idealis yang dulu berusaha ditanamkan mulai bergeser kepada nilai-nilai pasar dan kebutuhan sesaat. Orang bersekolah hanya untuk mengejar ijasah dengan tujuan supaya dapat bekerja. Slogan ”mengupayakan pendidikan yang sesuai kebutuhan pasar”, membuat sekolah berupaya dengan keras menyesuaikan dengan berbagai kebutuhan jaman. Sekolah yang memberikan nilai-nilai ideal berbenturan dengan kebutuhan pasar dan tenaga kerja yang makin besar. Maka sekolah yang merupakan instansi pelaksana pendidikan memiliki kecenderungan hanya menjadi produsen tenaga kerja yang sesuai pasar. Kecenderungan ini dapat dilihat lewat maraknya berbagai kursus dan juga bimbingan tes yang memberikan cara-cara praktis dan instan untuk mencapai sukses. Juga hilangnya berbagai pelajaran budi pekerti dari kurikulum pendidikan kita. Orde baru sebagai mesin penggerak yang otoriter membuat situasi menjadi lebih runyam dan tidak kreatif dengan berbagai pemaksaan ideologi dalam pendidikan kita. Maka pendidikan menjadi sesuatu yang bersifat birokratis saja. Guru memiliki kecenderungan untuk mengacu kepada apa yang diberikan pemerintah saja tanpa kreatifitas untuk mengolahnya.
Dalam situasi tadi berbagai korupsi, kolusi, dan nepotisme menggelayut begitu kuat dalam dunia pendidikan kita. Soalnya birokrasi yang ada memuluskan berbagai praktek tersebut. Payung pendidikan yang berusaha idealis seolah menutupi berbagai kebusukan yang terjadi dalam dunia pendidikan kita.
Di dunia luar perubahan gaya hidup lewat globalisasi menyerang kembali dunia pendidikan modern kita. Berbagai kecenderungan baru yang membuat pendidikan menjadi industri memaksa sistem yang sudah tertata kacau itu mengikuti gerak kepentingan ekonomi yang begitu kuat. Maka berbagai sekolah yang bersifat international, unggul, ataupun berprestasi muncul dengan dasar ekonomi yang kuat dan memaksa sekolah yang dikatakan kuno gulung tikar. Tak heran banyak sekolah pinggiran sekarang menjadi tersingkir karena tidak menarik lagi dan tidak punya uang untuk mengelolanya menjadi lebih maju dan sesuai jaman. Di sisi lain mereka terbelit birokrasi yang menumpulkan kreativitas mereka. Sekolah bagi kaum miskin menjadi makin sulit dan mahal.
Berbagai keresahan dalam dunia pendidikan modern kita sekarang ini menurut saya merupakan akumulasi berbagai kecenderungan di atas. Ujian Nasional yang menuai kontroversi merupakan kelanjutan kecenderunagn birokratis dan hegemoni pemerintah. Kekerasan dalam pendidikan merupakan bagian dari kecenderungan militeristik Orde Baru. Berbagai muatan baru dalam pendidikan kita merupakan kelanjutan dari kecenderungan memenuhi kebutuhan pasar. Diluncurkannya Jaringan Pendidikan Nasional melalui internet bagi saya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan pasar tanpa pola pikir yang jelas. Bagaimana mau jalan kalau komputer di sekolah masih dianggap barang keramat dan lebih banyak dianggurkan? Paling tidak itulah yang saya jumpai di lapangan.
Maka bagi saya trend pendidikan kita adalah trend mengikuti pasar tapi melupakan makna pendidikan yang sesungguhnya dengan berbagai idealisme di belakangnya. Benar kemajuan dan berbagai hal di atas ikut memeratakan kesempatan belajar. Tapi jika tidak diikuti pola pikir yang jelas maka akan sia-sia. Belum lagi hilangnya berbagai kemampuan lokal dalam ranah pendidikan kita membuat kecenderungan seragam masih menguat. Padahal bukan tidak mungkin berbagai kemampuan lokal itu sangat berarti bagi kehidupan anak didik kita dan masyarakat kita secara luas.
Merupakan tugas bagi kita semua untuk ikut memikirkan bagaimana menggabungkan idealisme, lokalitas, dan trend pasar global dalam mengelola pendidikan kita. SALAM PENDIDIKAN